Powered By Blogger

Kamis, 02 Agustus 2012

Mengintip Singkong-Ubi Kayu Sambung Di Beberapa Kawasan Indonesia

MENGINTIP SINGKONG DI BEBERAPA KAWASAN INDONESIA.

1. Wilayah Mbay-NTT.
Pada musim liburan semester pertama 2012, tim PANSU berkesempatan untuk berkeliling Indonesia dalam rangka "Mengintip" berbagai info dan perkembangan lapangan seputar singkong atau ubi kayu yang ada dari proses budidaya sampai prosesing. Tentunya karena singkong juga yang mampu membiayai untuk jalan-jalan yang cukup melelahkan dan menyenangkan juga.

Perjalanan diawali dengan langsung main jarak jauh, yakni di Kota Ende dan masih harus menempuh perjalanan darat selama 3 jam untuk sampai di satu kabupaten yakni di kota Mbay. Wilayah ini merupakan kawasan penghasil beras dengan andalan adanya Bendungan Irigasi Sutami. Masyarakat lokal Mbay menyebut singkong atau ubi kayu ini dengan nama NUABOSI. Saat mendiskusikan nuabosi ini, ternyata masyarakat sekitar juga ada yang mengolah ubi kayu atau singkong atau pohon atau nuabosi ini dalam bentuk gaplek untuk dijadikan sumber pangan. Ada seorang petani muda yang menyebutkan "sebentar bapa...saya ambilkan makanan dari nuabosi ini". Betul dan tak salah lagi, ternyata anak muda tadi membawa sepiring penuh "Gathot".

Gathot merupakan makanan olahan sangat sederhana dari proses pengolahan singkong untuk dijadikan sumber  makanan yang dapat disimpan untuk beberapa bulan. Demikian halnya di kawasan Mbay ini, gathot atau bahasa lokalnya Hobho Goli dijadikan sebagai sumber pangan penganti beras dan pisang. Karena masih rada Ndeso....maka tampilan/bentuk gathot yang ada juga lumayan gede-gede potongannya. Gathot di Mbay dimakan dengan menambahkan parutan kelapa yang ditaburi gula putih.....kalau di Jawa dipotong kecil-kecil, ditaburi kelapa dan sedikit garam.....tetapi begitulah, tinggal selera yang pas dapat dipilih.

Singkong yang cukup terkenal di kawasan Mbay adalah dari jenis singkong yang berwarna kuning. Pak Pius Ngetu menyebutkan bahwa jenis yang berwarna kuning ini sangat disenangi banyak orang, terutama untuk olahan langsung. Namun ada beberapa jenis singkong yang lain dan disini juga tersedia jenis Nuabosi yang buahnya panjang-panjang. Nah ini jenis singkong yang PANSU cari-cari untuk dapat dijadikan sumber bibit bagi petani yang akan memproduksi secara massal. Pak Pius Ngetu.....sudah berjanji dengan Tim PANSU untuk menyiapkan stek Nuabosi yang panjang tersebut sebelum pulang ke Medan.

Sembari mendiskusikan berbagai persoalan padi khususnya hama penggerek batang yang dari musim ke musim selalu merugikan petani, dan dengan kehadiran dari personil PANSU ada membuka wawasan untuk dapat segera menuntaskan persoalan padi mulai dari hama, kekompakan, pemasaran hasil, persoalan musim Pazzo (musim angin dan garam).

Selama di Mbay diketemukan juga kombinasi untuk mengembangkan singkong atau nuabosi ini yakni ketika tanaman singkong di lapangan dapat ditumpangsari dengan jenis tanaman koro. Konon koro pedang ini di masyarakat lokal Mbay sering digunakan sebagai sumber sayuran sewaktu masih berumur muda. Koro muda diiris-iris seperti menyiapkan kacang buncis selama ini dan dapat diolah menjadi sayuran yang bernilai gizi tinggi tentunya.

Tanpa dinyana ternyata pucuk dicinta ulampun tiba. Kebetulan sekali tepat disamping kantor kawan-kawan MTM Mbay ada diketemukan singkong yang sedang ditumpangsari dengan koro pedang ini. Dengan berbekal kamera yang ada tidak lupa model ini kita ambil dan dokumentasikan.

Menurut keterangan beberapa kawan yang ada bahwa kacang koro ini memang agak pahit, namun tidaklah memabukkan. Kacang koro jenis ini dinaman "kacang Ce-e" oleh masyarakar Mbay. Ada jenis lain yang berwarna merah dan biasanya untuk yang ini tidak ada rasa pahit saat kita mengolahnya menjadi sayuran. PANSU juga pernah mengembangkan kacang koro ini tahun 2001, ketika itu didapatkan bibit dari Sulawesi Tenggara, namun untuk mencari untuk kebutuhan yang cocok untuk ditanam ternyata sudah sulit untuk mendapatkannya. Kalaupun ada akan dapat ditemukan di kelompok-kelompok tani yang pernah berhubungan dengan PANSU. Dari Embay ternyata memang sangat beruntung, karen apa yang dicari didapatkan disini. Mulai dari bibit koro pedang yang sudah tersedia di kantor MTM dan tinggal untuk diperbanyak dan tidak repot-repot untuk mencari di tempat lain lagi.


Persoalan Mbay sudah sangat jelas dan tuntas, dapat jenis bibit singkong special, bibit kacang Ce-e dan perjalanan dilanjutkan ke Ende untuk segera berpindah lokasi di Pulau Dewata-Bali.

2. Pulau Dewata-Bali
Di Pulau Bali direncanakan dari awal bahwa tim akan menemui ahli singkong yang mampu memperbanyak dan memperbesar umbi singkong yang dibudidayakan. Hal yang mendesak juga karena ada titipan untuk mencarikan rumput laut segar, maka kegiatan persingkongan menjadi prioritas kedua. Berburu rumput laut menjadi prioritas utama.

Karena hanya memiliki waktu 2 hari, maka fokus untuk mencari rumput laut untuk segera didapatkan. Dengan bermodalkan banyak kawan di Denpasar, bahwa produsen rumput laut di pulau bali ternyata yang paling besar ada di Pulau Ceningan. Berangkat ke Pulau Ceningan, merupakan sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Karena akan membutuhkan waktu beberapa hari tentunya.

Keberuntungan masih memihak....ternyata dari kawan supir lama di Denpasar ada yang mengetahui bahwa budidaya rumput laut ada di lokasi yang paling dekat yakni di Nusa-2 tepatnya di Desa Sawangan dan dengan berkendara roda-4 dapat ditempuh untuk waktu 1 jam saja dari Denpasar.

Karena fokus mendapatkan rumput laut untuk pengujian si Junior di Yogya, terpaksa untuk ketemu dengan penggiat singkong besar di Bali tidak dapat ketemu. Padahal dari teman di Bali akan didapatkan beberapa teknologi untuk membuat umbi singkong lebih banyak dan tentunya dengan hasil yang lebih tinggi pula. Tetapi tidak mengapa.....waktu kedepan akan dicari dan harus dapat ketemu dengan si ahli singkong bali ini.

3. Daerah Ngapak-Purwokerto.
Dengan menggunakan kendaraan rentalan dari Jogya ke Purwokerto ditempuh dalam waktu 3.5 jam. Tujuan utama ke daerah ini adalah dalam rangka nyekar/jiarah kubur ke Eyang dan Buyut di Purwokerto dan dilanjutkan untuk melihat dari dekat petani singkong sambung yang ada di Kebasen dan Kejobong. Pilihan jatuh ke Desa Kebasen dan bertemu langsung dengan pelaku penanam singkong sambung (Mbah Tumarjo). Mencari tempat tinggalnya cukup mudah, pas di pinggir kali di Desa Kebasen Dusun II.

Saat ketemu dengan Mbah Tumarjo di kedai sampah yang dimilikinya, juga ketemu dengan sang istri yang setia menemani. Suasana cukup terbuka dengan gaya bahasa ngapak yang digunakannya. Mbah Tumarjo menceritakan tanaman singkongnya atau di daerah ngapak dengan sebutan "budhin".Ternyata Mbah Tumarjo menyambung tanaman budhin ini antara batang dengan batang dan menggunakan pengikat kulit batang pisang. Alasan menggunakan batang pisang yang sudah kering katanya "tidak panas" sehingga kalau digunakan pasti jadi. Sementara kalau menggunakan plastik akan panas dan sambungan tidak hidup.

Mbah Tumarjo menyambung bibit untuk batang bawah dari jenis "Gathot Kaca dan Singkong Hutan atau Singkong Randu". Tidak banyak yang dikembangkannya, hanya sekitar puluhan pohon saja. Hal ini karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Nanti kalau lahan yang digunakannya diminta oleh PLN, maka Mbah Tumarjo tidak akan memiliki lahan untuk bertanam Budhin Sambung lagi.

Ketika saya meminta jenis stek "Gathot Kaca" untuk oleh-oleh ke Medan, Mbah Tumarjo langsung mengambil sabit dan onthelnya untuk segera berangkat ke lahan. Paling sekitar 10 menit sudah kembali dan menyerahkan 10 potong stek jenis Gathot Kaca untuk oleh-oleh. Terima kashih Mbah, oleh-olehnya semoga membawa berkah di Sumatra nanti.

4. Daerah Magelang.
Berkat driver Mas Roni yang konon warga Trenggalek yang setiap harinya (sudah 4 tahun) menjadi driver para pelancong, untuk mencari kawasan singkong di Magelang juga cukup mudah ditemukan. Namun sebelum sampai di kawasan Magelang, di perjalanan sempat membeli oleh-oleh "Gethuk Goreng Sokaraja". Makanan ini merupakan budhin kukus plus gula merah yang disatukan kemudian dibentuk kecil-kecil bulat dan digoreng. Gethok Goreng Sokaraja ini merupakan oleh-oleh khas Purwokerto.


Selama menuju Magelang perjalanan juga cukup lancar dan sekitar waktu ashar saya sudah sampai di Desa Mertoyudan. Di desa ini kami langsung menuju balai desa dan disana masih ditemukan beberapa pohon singkong sambung yang belum dipanen. Selanjutnya kami janjian ketemu dengan pengurus KSU Berkah Baru Mas Aris di alun-alun Magelang. Janjian dengan Mas Aris di pojok alun-alun tersebut cukup mudah untuk bertemu dan sudah saling kenal wajah, berkat blog dan facebook yang sudah saling melihat.

Tanpa ada rasa curiga sedikitpun diskusi seputar singkong sambung ini berjalan lancar dan menurut Mas Aris bahwa di Magelang baru berjalan 1 tahun lebih dalam memasyarakatkan singkong sambung ini. Prakiraan luas yang sudah ditanam dengan model kerjasama ini mencapai 3000 hektar. Musim panen belum saatnya, karena tanaman di lapangan baru berumur sekitar 3 bulanan. Persoalan yang dihadapi dalam penyediaan lahan adalah sudah mulai timbul persaingan dengan petani tebu, yang berminat untuk mengalihkan komoditinya.

Karena kesibukannya, Mas Arih menyerahkan kunjungan lapangan kepada 2 orang petugas lapangannya untuk menuju lokasi penanaman singkong sambung ini. Dibawalah kami ke Desa Kayu Agung untuk melihat dari dekat bagaimana singkong ini dikembangkan.


Saat kami meninjau satu lokasi dimana dikembangkan singkong sambung ini, diketahui bahwa beberapa jenis singkong untuk batang bawah juga sedang diuji di lapangan. Kelebihan yang terlihat adalah bahwa singkong ditanam dengan jarak tanam cukup lebar 2 x 2,5 meter bahkan 2,0 x 3 meter yang diselingi (tumpang sari) dengan tanaman koro pedang. Konon koro pedang nantinya dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kedele untuk produksi tahu. Mudah-mudahan akan dapat terwujud apa yang telah diprogramkan oleh Tim KSU Berkah Baru yang berpusat di Magelang ini.

Selama menjelajah di lahan/lapangan, diketahui bahwa model sambungan yang digunakan adalah dengan cara sambung samping atau istilah lain seperti di lampung yakni sambung sisip. Hal ini terlihat jelas dari perkembangan tanaman yang sudah pernah diuji oleh Tim PANSU dalam mengembangkan cara-cara memproduksi bibit singkong sambung.

Sampai menjelang magrib, saya masih di lapangan bersama tim lapangan KSU Berkah Baru. Sepanjang perjalanan juga diperlihatkan bagaimana mengatasi rumput/gulma yakni dengan melakukan proses tumpang sari dengan menggunakan tanaman kacang koro, singkong pendem/ubi rambat. Namun yang paling dominan adalah tumpangsari dengan kacang koro atau koro pedang.

Cukup lumayan pembelajaran yang didapat dari kunjungan "Mengintip Singkong Sambung" di beberapa lokasi di Tanah Air ini. Potensinya sangat menjanjikan untuk tetap menjaga kedaulatan pangan nasional dengan pemenuhan pangan alternatif dan pengembangan aneka kacang-kacangan plus integrasi dengan ternak ruminansia.

Sepulang dari lahan, kami bersama melakukan buka bersama di Kota Magelang dengan Bebek Penyet Plus Minuman Segar Air Kelapa Muda.....yang didahului dengan teh poci panas. Kemudian kami bubaran dan melintasi kota Magelang di waktu malam sembari melihat oleh-oleh Gethuk Singkong Tiga Warna......

Terima kasih kami sampaikan kepada semua kawan-kawan penggiat singkong yang telah dikunjungi mulai dari Mbay, Ende-NTT, Purwokerto dan Magelang. Sukses untuk kita semua......Terima kasih dan jayalah kita semua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar